Kerajaan
Mataram Kuno (Bhumi Mataram) pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Derah
Mataram dikelilingi oleh pegunungan seperti Pegunungan Serayu, Gunung Prau,
Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, Gunung Merapi,
Gunung Lawu, Pegunungan Kendang, Gunung Sewu dan Gunung Kidul. Daerah ini juga
banyak mengalir sungai besar seperti: Sungai Progo, Bogowonto, Elo dan Bengawan
Solo.
11. Sejarah Dinasti Sanjaya
Kerajaan
Mataram kuno (Mataram Hindu) didirikan oleh Sanjaya (732-760 M) dan sekaligus
pendiri Wangsa Sanjaya.
A.
Sumber Sejarah
1. Prasasti Canggal
Prasasti
yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka Tahun 732
M dalam bentuk Candrasangkala. Menggunakan huruf pallawa dan bahasa
sangsekerta. Isi dari prasasti tersebut menceritakan tentang pendirian Lingga
(lambang Syiwa) yang merupakan agama Hindu beraliran Siwa di desa Kunjarakunja
oleh Raja Sanya serta menceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah
sena yang kemudian digantikan oleh Sanjaya.
2.
Prasasti Balitung/Metyasih/Mantyasih
Prasasti
ini ditemukan di desa Kedu, berangka tahun 907 M. Prasasti Metyasih yang
diterbitkan oleh Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) terbuat
dari tembaga.. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan pemberian hadiah
tanah kepada lima orang patihnya di Metyasih, karena telah berjasa besar
terhadap Kerajaan serta memuat nama para raja-raja Mataram Kuno.
B. Kehidupan Ekonomi, Sosial, Politik
dan Budaya
Dari
prasasti Metyasih tersebut, didapatkan nama-nama raja dari Wangsa Sanjaya yang
pernah berkuasa, yaitu :
Masa
Sanjaya berkuasa adalah masa-masa pendirian candi-candi siwa di Gunung Dieng.
Kesusasteraan tidak menjadi monopoli kelas profesional. Sanjaya memberikan
wejangan-wejangan luhur untuk anak cucunya. Apabila sang Raja yang berkuasa
memberi perintah, maka dirimu harus berhati-hati dalam tingkah laku, hati
selalu setia dan taat mengabdi pada sang raja. Bila melihat gerak lirik raja,
tenagkanlah dirimu menerima perintah dan tindakan dan harus menangkap isinya.
Bila belum mampu mengadu kemahiran menagkap tindakan, lebih baik duduk terdiam
dengan hati ditenangkan dan jangan gentar dihadapan sang raja.
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
Rakai
Panangkaran yang berarti raja mulia yang berhasil mengambangkan potensi
wilayahnya. Rakai Pangkaran berhasil mewujudkan cita-cita ayahandanya, Sri
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya dengan mengambangkan potensi wilayahnya.
Menurut Prasati Kalasan, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dibangun
sebuah candi yang bernama Candi Tara, yang didalamnya tersimpang patung Dewi
Tara. Terletak di Desa Kalasan, dan sekarang dikenal dengan nama Candi Kalasan.
3. Sri Maharaja Rakai Pananggalan (780-800 M)
Rakai
Pananggalan yang berarti raja mulia yang peduli terhadap siklus waktu. Beliau
berjasa atas sistem kalender Jawa Kuno. Rakai Panggalan juga memberikan
rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti berikut ini “Keselamatan
dunia supaya diusahakan agar tinggi derajatnya. Agar tercapai tujuannya tapi
jangan lupa akan tata hidup” Visi dan Misi Rakai Panggalan yaitu selalu
menjunjung tinggi arti penting ilmu pengetahuan. Perwujudan dari visi dan misi
tersebut yaitu Catur Guru. Catur berarti empat Guru berarti berat. Jadi artinya
empat guru yang mempunyai tugas berat. Catur Guru terdiri dari :
- Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.
- Guru Swadaya, Tuhan
- Guru Surasa, Bapak dan Ibu Guru di sekolah
- Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama
4. Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
Rakai
Warak, yang berarti raja mulia yang peduli pada cita-cita luhur. Pada masa
pemerintahannya, kehidupan dalam dunia militer berkembang dengan pesat.
Berbagai macam senjata diciptakan. Rakai Warak sangat mengutamakan ketertiban
yang berlandaskan pada etika dan moral.
5. Sri Maharaja Rakai Garung (820-840
M)
Garung
memiliki arti raja mulia yang tahan banting terhadap segala macam rintangan.
Demi memakmurkan rakyatnya, Sri Maharaja Rakai Garung bekerja siang hingga
malam. Hal ini dilakukan tak lain hanya mengharap keselamatan dunia raya yang
diagungkan dalam ajarannya.
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)
Dinasti
Sanjaya mengalami masa gemilang pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. Dalam
Prasasti Tulang Air di Candi Perut (850 M) menyebutkan bahwa Rakai Pikatan yang
bergelar Ratu mencapai masa kemakmuran dan kemajuan. Pada masa pemerintahannya,
pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya. Namun Rakai Pikatan tetap
mempertahankan kedaulatan negerinya dan bahkan pasukan Balaputera Dewa dapat
dipukul mundur dan melarikan diri ke Palembang.
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856 – 882 M)
Prasasti
Siwagraha menyebutkan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi memiliki gelar Sang
Prabu Dyah Lokapala. Tugas utamanya yaitu memakmurkan, mencerdaskan, dan
melindungi keselamatan warga negaranya. Pada masa pemerintahannya, Rakai
Kayuwangi menuturkan bahwa ada enam alat untuk mencari ilmu, yaitu :
- · Bersungguh-sungguh tidak gentar
- · Bertenggang rasa
- · Ulah pikiran
- · Penerapan ajaran
- · Kemauan
- · Menguasai berbagai bahasa
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882 – 899
M)
Sri
Maharaja Rakai Watuhumalang memiliki prinsip dalam menjalankan pemerintahannya.
Prinsip yang dipegangnya adalah Tri Parama Arta yang berarti tiga
perbuatan untuk mengusahakan kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain.
9. Sri Maharaja Watukumara Dyah Balitung (898
– 915 M)
Pada
masa pemerintahannya beliau memiliki seorang teknokrat intelektual yang handal
bernama Daksottama. Pemikirannya mempengaruhi gagasan Sang Prabu Dyah Balitung.
Masa pemerintahannya duja menjadi masa keemasan bagi Wangsa Sanjaya. Sang Prabu
aktif mengolah cipta karya untuk mengembangkan kemajuan masyarakatnya. Dalam
mengolah cipta karya, tahun 907 Dyah Balitung membuat Prasasti Kedu atau
Metyasih yang berisikan nama-nama raja Kerajaan Mataram Wangsa Sanjaya.
Daksottama
yang berarti sorang pemimpin yang utama dan istimewa. Pada masa pemerintahan
Dyah Balitung, Daksottama dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai raja
Mataram Hindu.
Rakai
Dyah Tulodhong mengabdikan dirinya kepada masyarakat menggantikan kepemimpinan
Rakai Daksottama. Keterangan tersebut termuat dalam Prasasti Poh Galuh yang
berangka tahun 809 M. Pada masa pemerintahannya, Dyah Tulodhong
sangat memperhatikan kaum brahmana
12. Sri Maharaja Dyah Wawa ( 921 – 928 M)
Rakai
Sumba Dyah Wawa dinobatkan sebagai raja Mataram pada tahun 921 M. Beliau
terkenal sebagai raja yang ahli dalam berdiplomasi, sehingga sangat terkenal
dalam kancah politik internasional.
13. Sri Maharaja Rakai Empu Sendok (929 – 930 M)
Empu
Sendok, terkenal dengan kecerdasan, ketangkasan , kejujuran dan kecakapannya.
Manajemen dan Akuntansi dikuasai, psikologi diperhatikan.
2. Sejarah Dinasti Syailendra
Syailendra
adalah wangsa atau dinasti Kerajaan Mataram Kuno yang beragama Budha. Wangsa
Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa
sejak tahun 752 M dan hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.
A. Sumber Sejarah
Selain
dari teori tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa Prasasti yang
ditemukan, Yaitu :
1. Prasasti
Sojomerto
Prasasti
yang berasal dari pertengahan abad ke-7 itu berbahasa Melayu Kuno di desa
Sojomerto, Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa Dapunta Syailendra
adalah penganut agamat Siwa
2. Prasasti
Kalasan
Prasasti
yang berangka tahun 778 M merupakan prasasti peninggala Wangsa Sanjaya.
Prasasti ini menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran
atas permintaan keluarga Syailendra serta sebagai penghadiahan desa Kalasan
untuk umat Budha.
B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi
dan Budaya
Kerajaan
Dinasti Syailendra juga banyak meninggalkan bangunan-bangunan megah dan
bernilai. Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :
1. Bhanu (752 – 775 M)
Raja
Banu merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra.
2. Wisnu (775 – 782 M)
Pada
masa pemerintahannya, Candi Borobudur mulai dibangun tepatnya 778.
3. Indra (782 – 812 M)
Pada
masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak yang berangka tahun 782 M, di
daerah Prambanan
4. Samaratungga ( 812 – 833 M)
Raja
Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya.
Sebagai raja Mataram Budha, Samaratungga sangat menhayati nilai agama dan
budaya Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai dibangun.
5. Pramodhawardhani (883 – 856 M)
Pramodhawardhani
adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau bergelar Sri
Kaluhunan, yang artinya seorang sekar kedhaton yang menjadi tumpuan harapan
bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja
Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.
6. Balaputera Dewa (883 – 850 M)
Balaputera
Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi Tara, puteri
raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh
Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Balaputera Dewa merasa
berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki
berdarah Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada
Rakai Pikatan yang keturunan Sanjaya. Dalam peperangan saudara tersebut
Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Pelembang.
C. Runtuhnya
Wangsa Syailendra
Sejak
terjadi perebutan kekuasaan dan dipimpin oleh Rakai Pikatan, agama Hindu mulai
dominan menggantikan agama Budha. Sejak saat itulah berakhirnya masa Wangsa
Syailendra di Bumi Mataram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar