It's Me...

It's Me...

Jumat, 07 September 2012

Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno (Bhumi Mataram) pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Derah Mataram dikelilingi oleh pegunungan seperti Pegunungan Serayu, Gunung Prau, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, Pegunungan Kendang, Gunung Sewu dan Gunung Kidul. Daerah ini juga banyak mengalir sungai besar seperti: Sungai Progo, Bogowonto, Elo dan Bengawan Solo.

11.    Sejarah Dinasti Sanjaya
Kerajaan Mataram kuno (Mataram Hindu) didirikan oleh Sanjaya (732-760 M) dan sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.

A.   Sumber Sejarah
1. Prasasti Canggal

Prasasti yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka Tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala. Menggunakan huruf pallawa dan bahasa sangsekerta. Isi dari prasasti tersebut menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) yang merupakan agama Hindu beraliran Siwa di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanya serta menceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah sena yang kemudian digantikan oleh Sanjaya.
2. Prasasti Balitung/Metyasih/Mantyasih
Prasasti ini ditemukan di desa Kedu, berangka tahun 907 M.  Prasasti Metyasih yang diterbitkan oleh Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) terbuat dari tembaga.. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan pemberian hadiah tanah kepada lima orang patihnya di Metyasih, karena telah berjasa besar terhadap Kerajaan serta memuat nama para raja-raja Mataram Kuno.

B.     Kehidupan Ekonomi, Sosial, Politik dan Budaya

Dari prasasti Metyasih tersebut, didapatkan nama-nama raja dari Wangsa Sanjaya yang pernah berkuasa, yaitu :

1.Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
Masa Sanjaya berkuasa adalah masa-masa pendirian candi-candi siwa di Gunung Dieng. Kesusasteraan tidak menjadi monopoli kelas profesional. Sanjaya memberikan wejangan-wejangan luhur untuk anak cucunya. Apabila sang Raja yang berkuasa memberi perintah, maka dirimu harus berhati-hati dalam tingkah laku, hati selalu setia dan taat mengabdi pada sang raja. Bila melihat gerak lirik raja, tenagkanlah dirimu menerima perintah dan tindakan dan harus menangkap isinya. Bila belum mampu mengadu kemahiran menagkap tindakan, lebih baik duduk terdiam dengan hati ditenangkan dan jangan gentar dihadapan sang raja.

2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
Rakai Panangkaran yang berarti raja mulia yang berhasil mengambangkan potensi wilayahnya. Rakai Pangkaran berhasil mewujudkan cita-cita ayahandanya, Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya dengan mengambangkan potensi wilayahnya. Menurut Prasati Kalasan, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dibangun sebuah candi yang bernama Candi Tara, yang didalamnya tersimpang patung Dewi Tara. Terletak di Desa Kalasan, dan sekarang dikenal dengan nama Candi Kalasan.

3.  Sri Maharaja Rakai Pananggalan (780-800 M)
Rakai Pananggalan yang berarti raja mulia yang peduli terhadap siklus waktu. Beliau berjasa atas sistem kalender Jawa Kuno. Rakai Panggalan juga memberikan rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti berikut ini “Keselamatan dunia supaya diusahakan agar tinggi derajatnya. Agar tercapai tujuannya tapi jangan lupa akan tata hidup” Visi dan Misi Rakai Panggalan yaitu selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu pengetahuan. Perwujudan dari visi dan misi tersebut yaitu Catur Guru. Catur berarti empat Guru berarti berat. Jadi artinya empat guru yang mempunyai tugas berat. Catur Guru terdiri dari :
  • Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.
  • Guru Swadaya, Tuhan
  • Guru Surasa, Bapak dan Ibu Guru di sekolah
  • Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama
4.  Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
Rakai Warak, yang berarti raja mulia yang peduli pada cita-cita luhur. Pada masa pemerintahannya, kehidupan dalam dunia militer berkembang dengan pesat. Berbagai macam senjata diciptakan. Rakai Warak sangat mengutamakan ketertiban yang berlandaskan pada etika dan moral.

 5. Sri Maharaja Rakai Garung  (820-840 M)
Garung memiliki arti raja mulia yang tahan banting terhadap segala macam rintangan. Demi memakmurkan rakyatnya, Sri Maharaja Rakai Garung bekerja siang hingga malam. Hal ini dilakukan tak lain hanya mengharap keselamatan dunia raya yang diagungkan dalam ajarannya.

6.  Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)
Dinasti Sanjaya mengalami masa gemilang pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. Dalam Prasasti Tulang Air di Candi Perut (850 M) menyebutkan bahwa Rakai Pikatan yang bergelar Ratu mencapai masa kemakmuran dan kemajuan. Pada masa pemerintahannya, pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya. Namun Rakai Pikatan tetap mempertahankan kedaulatan negerinya dan bahkan pasukan Balaputera Dewa dapat dipukul mundur dan melarikan diri ke Palembang.


7.  Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856 – 882 M)
Prasasti Siwagraha menyebutkan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi memiliki gelar Sang Prabu Dyah Lokapala. Tugas utamanya yaitu memakmurkan, mencerdaskan, dan melindungi keselamatan warga negaranya. Pada masa pemerintahannya, Rakai Kayuwangi menuturkan bahwa ada  enam alat untuk mencari ilmu, yaitu :
  • ·         Bersungguh-sungguh tidak gentar
  • ·         Bertenggang rasa
  • ·         Ulah pikiran
  • ·         Penerapan ajaran
  • ·         Kemauan
  • ·         Menguasai berbagai bahasa

8.  Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882 – 899 M)
Sri Maharaja Rakai Watuhumalang memiliki prinsip dalam menjalankan pemerintahannya. Prinsip yang dipegangnya adalah  Tri Parama Arta yang berarti tiga perbuatan untuk mengusahakan kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain.

9.  Sri Maharaja Watukumara Dyah Balitung (898 – 915 M)
Pada masa pemerintahannya beliau memiliki seorang teknokrat intelektual yang handal bernama Daksottama. Pemikirannya mempengaruhi gagasan Sang Prabu Dyah Balitung. Masa pemerintahannya duja menjadi masa keemasan bagi Wangsa Sanjaya. Sang Prabu aktif mengolah cipta karya untuk mengembangkan kemajuan masyarakatnya. Dalam mengolah cipta karya, tahun 907 Dyah Balitung membuat Prasasti Kedu atau Metyasih yang berisikan nama-nama raja Kerajaan Mataram Wangsa Sanjaya.

10.   Sri Maharaja Rakai Daksottama (915 – 919 M)
Daksottama yang berarti sorang pemimpin yang utama dan istimewa. Pada masa pemerintahan Dyah Balitung, Daksottama dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai raja Mataram Hindu.

11.   Sri Maharaja Dyah Tulodhong (919 – 921 M)
Rakai Dyah Tulodhong mengabdikan dirinya kepada masyarakat menggantikan kepemimpinan Rakai Daksottama. Keterangan tersebut termuat dalam Prasasti Poh Galuh yang berangka tahun   809 M. Pada masa pemerintahannya, Dyah Tulodhong sangat memperhatikan kaum brahmana

12. Sri Maharaja Dyah Wawa ( 921 – 928 M)
Rakai Sumba Dyah Wawa dinobatkan sebagai raja Mataram pada tahun 921 M. Beliau terkenal sebagai raja yang ahli dalam berdiplomasi, sehingga sangat terkenal dalam kancah politik internasional.

13. Sri Maharaja Rakai Empu Sendok (929 – 930 M)
Empu Sendok, terkenal dengan kecerdasan, ketangkasan , kejujuran dan kecakapannya. Manajemen dan Akuntansi dikuasai, psikologi diperhatikan.

2.    Sejarah Dinasti Syailendra

Syailendra adalah wangsa atau dinasti Kerajaan Mataram Kuno yang beragama Budha. Wangsa Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa sejak tahun 752 M dan hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.
A.   Sumber Sejarah
Selain dari teori tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa Prasasti yang ditemukan, Yaitu :
1.    Prasasti Sojomerto
Prasasti yang berasal dari pertengahan abad ke-7 itu berbahasa Melayu Kuno di desa Sojomerto, Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa Dapunta Syailendra adalah penganut agamat Siwa
2.    Prasasti Kalasan
Prasasti yang berangka tahun 778 M merupakan prasasti peninggala Wangsa Sanjaya. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran atas permintaan keluarga Syailendra serta sebagai penghadiahan desa Kalasan untuk umat Budha.

B.   Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya
Kerajaan Dinasti Syailendra juga banyak meninggalkan bangunan-bangunan megah dan bernilai. Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :
1. Bhanu (752 – 775 M)
Raja Banu merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra.
2.  Wisnu (775 – 782 M)
Pada masa pemerintahannya, Candi Borobudur mulai dibangun tepatnya 778.
3.  Indra (782 – 812 M)
Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan
4.  Samaratungga ( 812 – 833 M)
Raja Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya. Sebagai raja Mataram Budha, Samaratungga sangat menhayati nilai agama dan budaya Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai dibangun.
5.  Pramodhawardhani (883 – 856 M)
Pramodhawardhani adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar kedhaton yang menjadi tumpuan harapan bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.
6.  Balaputera Dewa (883 – 850 M)
Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Balaputera Dewa merasa berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada Rakai  Pikatan yang keturunan Sanjaya. Dalam peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Pelembang.

C.    Runtuhnya Wangsa Syailendra
Sejak terjadi perebutan kekuasaan dan dipimpin oleh Rakai Pikatan, agama Hindu mulai dominan menggantikan agama Budha. Sejak saat itulah berakhirnya masa Wangsa Syailendra di Bumi Mataram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar